SESUDAH SEPULUH TAHUN


Pikiran Rakyat, 11 Juli 1993

Kalau kalian datang ke kotaku dan bertanya, “Di mana letaknya kampung Mantik?”, jangan heran bila orang yang ditanya itu langsung pergi tanpa memberi jawaban. Orang-orang terlalu takut untuk membicarakan Mantik. Bila mendengar Mantik disebut orang pun, yang mendengar itu akan pergi bergegas, takut terlibat dengan permasalahan kampung itu.
Sejak puluhan tahun lalu, kata orang yang tahu, Mantik bagaikan harimau yang siap menerkam siapa saja yang mengganggunya. Atau yang hanya kebetulan lewat dan mengetahui apa yang dikerjakan Mantik. Perkampungan kumuh yang pintu gerbangnya ditandai dengan dua buah pohon bungur yang tinggi menjulang dengan akar-akar gantung sudah mulai menyentuh tanah itu, memang dikenal sebagai persemaian kerusuhan di sekitar kotaku. Di Mantik selalu bertumbuhan grup-grup pencopet, penodong, perampok dan pembunuh-pembunuh bayaran. Bila ada satu grup yang tertangkap polisi, grup-grup lain akan berdiri menggantikannya.
Mantik bagaikan raksasa dengan mata seribu. Dia sanggup melihat apa saja yang terjadi di seluruh pelosok kota. Orang-orang tahu kekejaman penjahat Mantik, tapi mereka tak pernah berani berbicara tentangnya. Mayat-mayat saudara atau tetangga mereka yang mendapat sial setelah membicarakan dan melaporkan penjahat Mantik kepada polisi, telah sanggup membungkap mulut mereka.
**
Sebenarnya Mantik tidaklah begitu berbeda dengan perkampungan-perkampungan kumuh lainnya yang banyak di sudut-sudut kotaku. Bila pagi tiba, kehidupan menyembul bersama matahari yang muncul malu-malu. Gorden dan jendela pada terbuka. Dari beberapa rumah terdengar lagu dangdut samar-samar dan kemudian berhenti ketika radio menyiarkan warta berita. Ibu-ibu sibuk menyiapkan masakan yang sekiranya bisa dimakan untuk sarapan suaminya atau anaknya yang akan pergi sekolah.
Bi Ijah sibuk menurunkan sayur-sayuran yang baru saja dibelinya dan membereskannya di warung kecil yang merupakan bagian depan rumahnya. Mang Karta membersihkan dorongan roda buburnya, Mang Ihin memasukkan es yang sudah disiapkan. Orang-orang yang pergi entah ke mana, menyusuri gang kecil di perkampungan Mantik, menyapa mereka yang masih mempersiapkan pekerjaannya di depan rumah masing-masing.
Pedagang-pedagang kecil asal Mantik, bila sedang menjajakan dagangannya tak pernah mengaku dari Mantik. Mereka akan menyebut kampung lain, biar langganannya tidak ketakutan mendengarnya. Tapi bila mereka sedang beroperasi sebagai perampok, mereka selalu bilang kepada korbannya sebagai perampok Mantik.
**
Adalah Gemblo yang kemudian diketahui orang-orang sebagai pemimpin para penjahat asal Mantik. Para perampok, pencopet, penodong, penjambret dan penjahat lainnya asal Mantik, selalu hormat kepada pimpinannya, yaitu Gemblo. Mereka akan setor setiap mereka operasi. Mereka tak pernah menolak bila disuruh apa saja oleh Gemblo. Gemblo memang ditakuti oleh seluruh penjahat asal Mantik. Tak ada seorang pun penjahat asal Mantik yang berani menantang Gemblo saat ini.
Tak banyak orang yang tahu wajah Gemblo. Penjahat muda asal Mantik pun banyak yang hanya setor penghasilannya tanpa tahu wajah yang mengambil upeti darinya itu. Tapi meski begitu, mereka tak berani menolak upeti itu.
Menurut anggapan orang-orang di kotaku, Gemblo mempunyai ilmu kebatinan. Dia bisa menghilang ketika polisi mengepung persembunyiannya. Dia tidak tembus dengan golok atau peluru. Golok panjangnya yang dinamai Si Samber Nyawa bisa bergerak dengan sendirinya untuk membabat musuh-musuhnya.
Di kalangan polisi pun nama Gemblo bagaikan bayangan. Hanya beberapa polisi yang pernah mengenal wajah Gemblo, ketika pemimpin penjahat itu masuk sel selama satu hari. Waktu itu penduduk kotaku gempar mendengar berita penangkapan Gemblo. Tapi kegembiraan itu hanya sekejap, karena besoknya Gemblo telah melarikan diri.
Salah seorang polisi yang mengenal wajah Gemblo adalah Sarjon. Polisi yang kariernya meroket setelah berhasil menangkap  beberapa rombongan penjahat itu, sekarang diserahi tugas untuk mencari Gemblo secara diam-diam. Sarjon ke sana ke mari dengan mengenakan baju preman.
Selain reputasi Sarjon yang baik, tugas itu diberikan komandannya karena Sarjon merupakan orang yang telah mengetahui betul liku-liku Mantik. Dia memang dibesarkan di sana. Hanya sejak sepuluh tahun lalu, Sarjon dididik jadi polisi di lain kota dan setelah lima tahun baru kembali lagi.
Sewaktu kecil, Sarjon dan Gemblo berteman akrab. Bertiga bersama Rustam, mereka selalu pergi bersama, ke mana saja. Berjualan koran bila pagi tiba, bolos sekolah, mencuri mangga di gudang pasar, menerobos bila ada layar tancap di lapangan volly, dsb. Mereka sering berkelahi dengan anak kampung tetangga, atau anak kampung Mantik sendiri.
Persahabatan ketiga anak Mantik itu seiring dengan persahabatan bapak mereka. Bapak mereka sering pergi bersama-sama. Malapetaka yang kemudian lebih mendekatkan hubungan mereka itu terjadi ketika bapak mereka, suatu malam, ditembak oleh polisi ketika merampok. Emak Sarjon dan Rustam sejak dulu pergi entah ke mana. Maka ketiga anak itu kemudian hidup satu rumah dengan bimbingan emak Gemblo. Bertahun-tahun mereka hidup dengan berdagang koran, dagang pisang goreng yang dibuat emak, atau sesekali mencopet bila ada layar tancap.
Setelah tamat SMP, setelah tahun-tahun resah karena hidup tidak juga berubah, Sarjon dan Rustam pergi entah ke mana. Lima tahun kemudian Sarjon kembali lagi ke kotanya sebagai polisi dan mendapatkan Gemblo telah menjadi pemimpin penjahat. Karena pengetahuannya tentang Mantik dan Gemblo itulah, Sarjon dipilih untuk menyelidiki Gemblo dengan kenaikan pangkat dan uang sebagai imbalan bila Gemblo tertangkap.
**
Akulah Rustam yang sepuluh tahun kemudian mendatangi kembali Mantik. Aku menemui Sarjon dan mengajaknya menemui emak. Emak menangis ketika aku mencium tangannya. Wajahnya yang kelelahan itu berseri-seri mendengar kalimat-kalimat kerinduan yang telah sepuluh tahun kusimpan. Tapi begitu aku menanyakan Gemblo, mata tua itu memandangku penuh selidik.
Beberapa kali aku bertanya tempat persembunyian Gemblo, tapi emak selalu bilang tidak tahu. Aku pun tak lagi bertanya tentang Gemblo, meski aku melihat mata emak menyimpan sesuatu.
“Bila Gemblo pulang, katakanlah bahwa Rustam merindukannya,” kataku kepada emak. Kemudian aku pergi setelah memberikan oleh-oleh berupa kebaya, kue kaleng dan uang.
Aku dan Sarjon mengelilingi Mantik, melihat-lihat jejak semasa kecil. Memandangi air sungai yang telah berubah warna dengan limbah dari pabrik tekstil, tempat dulu kami berenang bersama. Aku dan Sarjon duduk-duduk di bawah pohon bungur, tempat dulu kami bermain. Memandangi perempatan, memperhatikan anak-anak menjajakan koran, permen jahe, air mineral dan makanan ringan lainnya. Dulu kami bertiga ada di antara mereka.
“Masa lalu, selamanya tak akan pernah lepas dari pikiran manusia,” kataku kepada Sarjon. “Manusia itu lemah, Jon. Bagaimanapun, masa lalu turut mempengaruhi penilaian kita terhadap sesuatu.”
Sarjon hanya memandangku.
“Tak pernah aku bayangkan Gemblo jadi pemimpin penjahat yang dicari-cari, dan kau jadi polisi yang ditugasi menyelidikinya. Sungguh lucu. Seandainya kamu dapat menemukan Gemblo dan disuruh membunuhnya, aku tak yakin kau akan melakukannya. Masa lalumu akan mempengaruhi sebelum kau mengambil keputusan.”
Sarjon mengangguk.
“Bagiku, Gemblo bukan penjahat. Dia tetap sahabatku, saudaraku, yang aku rindukan. Perasaanku kepadanya sama seperti perasaanku kepadamu, Jon.”
Lama Sarjon tak bicara. Kami saling diam. Memandangi anak-anak penjaja yang berlarian di antara mobil yang berhenti dan kembali melaju dengan sombongnya tanpa memperhatikan anak-anak itu.
“Kamu benar-benar rindu, Rus?”
Aku mengerutkan kening, tak mengerti.
“Aku tahu tempat persembunyian Gemblo. Kalau kau mau, nanti malam kita ke sana.”
Aku pandangi Sarjon yang tatapannya menerawang ke jauhnya.
“Aku sebenarnya tahu dan sering berjumpa Gemblo. Tapi aku tak bisa menangkapnya. Gemblo adalah sahabatku dan saudaraku. Aku mengerti perasaannya. Aku mengerti dendamnya ketika mengetahui emak menjadi kupu-kupu malam setelah bapak kita mati. Aku mengerti bagaimana perasaannya ketika kita tinggalkan ia dan emak, sepuluh tahun lalu. Seandainya kau menjadi polisi seperti aku, kau pun akan mengerti kenapa aku tak bisa menangkap, atau sekedar melaporkan tempat persembunyiannya, Rus.”
Aku tak bicara.
**
Malamnya aku dan Sarjon mengunjungi tempat persembunyian Gemblo. Gemblo gembira menyambutku. Dia bilang, sejak beberapa hari yang lalu telah mengetahui kedatanganku. Meski tampak kekar, kulihat Gemblo menyimpan kelelahan yang sangat, dalam matanya.
Kami bercerita tentang masa lalu sambil tertawa keras. Gemblo menanyakan pekerjaanku sekarang. Aku jawab bahwa aku jadi wiraswastawan yang lumayan berhasil. Datang ke sini karena rindu ingin bertemu dengannya dan emak serta Sarjon. Tak lebih dari itu. Gemblo menanyakan ke mana saja aku selama sepuluh tahun meninggalkan Mantik. Aku tertawa dan menjawab bahwa aku menikmati kepedihan hidup tanpa saudara dan teman akrab.
Sampai menjelang pagi kami ngobrol. Setelah itu, aku pamitan untuk mengambil pakaianku di penginapan. Gemblo setuju ketika aku bilang ingin tinggal di tempat persembunyiannya.
Di jalan aku tak bisa tenang. Masih terngiang kata-kata komandanku ketika menugaskan aku menyelidiki Mantik. Katanya: “Ada kecurigaan kepada Letnan Sarjon bahwa ia ternyata sekongkol dengan Gemblo. Untuk itu kamu diutus untuk menyelidikinya. Ada kenaikan pangkat, dan tentunya bonus, bila kamu berhasil.”
Tapi bukan karena bonus, bukan karena pangkat, aku menerima tawaran penyelidikan ini. Gemblo memang saudaraku. Sarjon memang saudaraku. Tapi pekerjaan mereka yang sekongkol, kejahatan Mantik yang menyengsarakan dan menakuti orang-orang yang tidak bersalah, tidak bisa aku tolerir. Aku ingin menjadi seorang intel yang baik. Intel yang membersihkan serakan kekotoran yang dilakukan ribuan teman-temanku dengan menukar keadilan dengan rupiah, memungut liar di tempat hiburan, di jalan-jalan, di berbagai tempat lainnya. Aku ingin menjadi orang hukum yang mengedepankan keadilan dibanding rasa persaudaraan atau golongan, apalagi kepentingan sendiri.
Tapi sepanjang perjalanan dari Mantik, setelah bertemu Gemblo, aku ragu dengan keputusanku. Benarkah sikapku kalau persembunyian Gemblo digerebek, dan persekongkolannya dengan Sarjon dibongkar? Masa lalu memanggil-manggilku, persaudaraan, pengkhianatan, berkecamuk dalam kepalaku. Karena diam-diam aku mengerti dan merasakan kepedihan Gemblo dan spiritnya melindungi para penjahat Mantik.
“Bertahun-tahun aku hidup terlantar, tapi tidak ada orang yang memperdulikan. Bertahun-tahun aku jadi penjahat kecil, tertangkap dan dipenjara, tapi selalu bisa keluar lagi asal membayar tebusan. Sementara kejahatan lainnya yang lebih rapi, yang lebih tersembunyi, yang menyuap siapapun dengan bagian kejahatannya pula, yang menyengsarakan kami seperti ini, berlangsung setiap hari dan pelakunya malah dihormat-hormat.
Pagi itu aku menengok emak sekali lagi dan mencium tangannya. Kemudian aku ke penginapan. Di atas meja aku melihat ponsel, yang bisa menghubungi komandanku, sekarang juga. ***

   Cerpen Ini Didukung Oleh:

 Ingin tahu lebih banyak tentang Bait Surau? Klik saja DI SINI

Harga : Rp 35.000
Pemesanan: WA: 085772751686

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SESUDAH SEPULUH TAHUN"

Posting Komentar