HANTU PEMAKAN BELUT

Koran Anak BERANI 20 dan 26 Oktober 2014

Sudah lima hari Rofi berlibur di rumah Nenek. Nenek tinggal sendiri di sebuah desa yang masih asri. Kakek sudah meninggal. Awit, Dung Dang dan Nuno, teman-teman baru Rofi, mengajak kemping di kebun. Nenek mengijinkan.
Sore hari mereka mendirikan tenda. Alat-alat memasak, senter, minyak tanah, korek api, mereka siapkan. Malamnya Dung Dang dan Nuno bertugas membuat nasi liwet. Awit dan Rofi mencari belut di sawah. Mereka membawa obor, gergaji dan ember.
Itulah pengalaman pertama Rofi mencari belut di sawah. Ternyata malam-malam banyak belut yang naik ke permukaan sawah. Belut itu dipukul dengan gergaji biar pingsan. Setelah memukulnya Awit tinggal mengambilnya dan memasukkannya ke dalam ember. Selain belut juga ada ikan lele, bogo, beunteur, dan kodok hijau. Tapi Awit hanya menangkap ikan lele dan bogo yang besar saja.
Sawah di desa Sukasegar memang masih subur. Sapi dan kerbau dipakai membajak sawah. Sebagai pupuk tidak digunakan pestisida. Tapi setelah panen sawah diistirahatkan, dipupuk dengan berak binatang, dedaunan dan jerami yang membusuk. Pupuk seperti itu menjadi tempat tumbuhnya cacing dan belut karena banyak makanan.
Hampir dua jam Awit dan Rofi berkeliling sawah. Setengah ember sudah terisi belut dan ikan. Mereka pun pulang. Di pancuran bambu yang airnya langsung dari mataair, Awit dan Rofi mencuci ikan. Nasi liwet ternyata sudah matang. Bumbu salam dan serehnya menyebarkan harum yang sedap. Perut Awit dan Rofi langsung berbunyi begitu menghirupnya.
Belut dan ikan itu langsung digoreng Dung Dang. Nuno menyiapkan bumbu parutan jahe dan kecap. Awit dan Rofi menggelar tikar, menyiapkan piring dan minuman. Sambil menunggu belut matang mereka saling bercerita.
Setelah belut dan ikan matang, mereka siap makan berkeliling di tikar. Tapi sebelum nasi liwet dibuka tutupnya, terdengar suara-suara aneh. Mereka saling memandang. Lalu melihat ke rumpun pisang karena asal suara itu dari sana. Begitu melihat ada makhluk putih berkibar-kibar, mereka langsung berlari sambil berteriak bareng: “Han... han... hantuuu...!” Mereka jatuh beberapa kali, tapi terus berlari pulang ke desa.
Di jalan mereka dicegat Kang Tarji, salah seorang pegawai di kebun Nenek. “Ada apa? Kenapa berlari-lari?” tanya Kang Tarji. Rofi, Awit, Dung Dang dan Nuno berhenti.
“Ada han... hantu, Kang, di kebun,” kata Awit. “Kita sedang kemping. Memasak nasi liwet, ngobor belut dan ikan, tapi begitu mau makan... di rumpun pisang ada hantu. Suaranya iiyy... menakutkan.”
“Sepertinya itu bukan hantu beneran. Hantu beneran tidak muncul saat mau makan. Ayo, kita lihat sekarang. Hantu juga sebenarnya takut kalau kita berani.”
Rofi, Dung Dang, Awit dan Nuno, mengikuti Kang Tarji. Setelah sampai di kebun mereka mengendap-ngendap. Betul saja, di tikar terlihat seseorang selesai makan. Rofi dan teman-temannya gemas. Mereka marah. Mereka mau menangkap orang itu. Tapi Kang Tarji melarang. Orang itu pun pergi dengan membawa sisa nasi liwet, goreng belut dan ikan.  
“Orang itu si Angor, anak nakal yang suka mengganggu orang. Lebih baik kita bikin rencana untuk menjebak dia, biar dia kapok,” kata Kang Tarji.
Besoknya mereka kemping lagi. Dung Dang dan Nuno sekarang kebagian mencari belut dan ikan. Rofi dan Awit memasak nasi liwet dan menyiapkan jebakan. Ketika nasi liwet sudah disiapkan di tikar, belut dan ikan sudah matang, betul saja... hantu itu datang lagi. Rofi dan teman-temannya pura-pura takut seperti malam kemarin. Mereka berteriak: “Han... hantu...!” Tapi kali ini mereka kabur  sambil membawa nasi liwet, goreng belut dan ikan.
Setelah merasa aman hantu itu membuka kain putihnya. Angor tertawa sendiri. Dia mengambil goreng belut di piring. Tapi kali ini dia terkejut. Goreng belut yang sudah direndam di air cabe pedas itu menyengat lidahnya. Angor segera mengambil nasi yang sudah dibulat-bulat di sebuah piring. Maksudnya biar tidak terlalu pedas. Tapi begitu nasi dikunyah, Angor muntah-muntah. Di dalam nasi itu ada sebutir tahi kambing. Angor langsung menyambar air di sebuah gelas. Begitu air itu habis setengah gelas Angor menjerit dan berlari. Air itu pahit sakali karena merupakan perasan batangbatrawalik yang sangat pahit.
Angor berlari dan ketika sampai di sungai kecil dia menceburkan diri. Dia berkali-kali berkumur untuk menghilangkan pahit, bau, dan pedas. Setelah merasa baik dan tidak muntah-muntah lagi Angor naik. Tapi badannya menggigil kedinginan. Dia pun pulang.
Rofi, Awit, Dung Dang dan Nuno tertawa melihat kelakuan Angor. Mereka pun kembali ke tenda. Mereka membuang makanan jebakan. Dan meneruskan makannya. Tapi ketika makan baru dimulai, dari bawah rumpun pisang terdengar lagi suara aneh, suara tertawa yang aneh. Dan ketika mereka melihat... di sana ada makhluk putih yang berkibar-kibar. Tapi mereka tidak takut.
“Kalau mau makan ke sini saja, Ngor. Nanti dikasih lagi berak kambing hahaha...,” kata mereka serempak.
Seandainya mereka tahu Angor sudah pulang ke rumahnya.... ***


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HANTU PEMAKAN BELUT"

Posting Komentar