Road to Perdition: Jalan Menuju Neraka
“Semua dari kita di lingkungan ini adalah pembunuh,”
kata John Rooney (Paul Newman). Pengakuan hitam itu diucapkan orang nomor satu
mafia di Illinois karena tangan kanannya, Michael Sullivan (Tom Hanks), mengadu
istri dan anaknya dibunuh. Pembunuhnya adalah Connor (Daniel Craig), anak John
sendiri. Motifnya adalah semacam rasa cemburu karena John lebih dekat kepada
Michael.
Dalam kebimbangan berpihak kepada anaknya atau tangan
kanannya, John meminta Michael untuk pergi mencari hidup baru. Lupakan semua
yang terjadi dan dia dilindungi selama perjalanan. Karenanya John membesarkan
hati Michael dengan mengatakan: “Semua dari kita di lingkungan ini adalah
pembunuh.”
Michael menurut untuk pergi menjauhi teman-teman gembong
mafianya. Tapi tidak untuk melupakan kematian anak-istrinya. Dia mencari
dukungan sampai ke tokoh mafia paling dikenal, Al Capone, untuk membunuh
Connor. Dendam punya jalannya sendiri. Apalagi di masa hukum, moralitas dan
agama, tidak berarti apa-apa.
Waktu itu, tahun 1931, Amerika Serikat adalah contoh
krisis paling memuakkan. Hakim adalah barisan pertama yang semestinya dihukum.
Lembaga negara telah dipenuhi korupsi dan perang politik untuk kepentingan
kelompok. Moralitas telah dibunuh bersama-sama. Tidak ada lagi rasa malu
ketahuan menyelewengkan uang negara. Ketua lembaga negara yang ketahuan
mencuri, bahkan divonis penjara, masih didukung partai tempat berkumpulnya para
penjilat.
Dalam kebusukan para decision maker seperti itu, sudah barangtentu di masyarakat terjadi
kesewenangan. Geng-geng jalanan sampai yang berjaringan rapi dan kuat
bermunculan. Mafia penguasa perdagangan minuman keras adalah salah satu geng
papan atasnya. Sama halnya dengan jaringan pengedar narkoba saat ini. Siapa
yang bisa mengontrol menyusupnya virus-virus kebusukan ke tubuh masyarakat bila
para petinggi negaranya sendiri sibuk bersilat lidah untuk menutupi kebusukan?
Kisah muram itu dituturkan oleh sutradara Sam Mendez
begitu memukau dalam film Road To Perdition. Cerita yang diambil dari komik Max
Allan Collins (penulis komik Dick Tracy) ini sebenarnya penuh dengan kekerasan
dan kekejaman. Tapi di tangan sutradara muda penerima Oscar lewat film American
Beauty ini, yang tinggal adalah kemuraman. Dan sebuah ‘puisi hitam’ yang menjadi
pengalaman universal.
Tidak ada tembak-tembakan atraktif seperti halnya
kisah mafia. Adegan-adegan seperti itu digambarkan dengan slow motion atau sekedar suara dan bayangannya. Seperti yang
menekankan, pembunuhan bukanlah jalan keluar, tapi antiklimaks dari kemurungan.
Petualangan Michael Sullivan sendiri tidak begitu dieksploitasi meski
memungkinkan untuk itu. Hubungan kekeluargaan (ayah-anak) lebih menandai
kemurungan setting situasi hitam itu.
Potret murung dari Sam Mendez ini didukung oleh
permainan menawan Tom Hanks, Paul Newman, Jude Law (sebagai pembunuh bayaran
Maguire) dan aktor cilik Tyler Hoechlin (sebagai Mike jr). Road to Perdition
sebenarnya persaingan keempat tokoh ini dalam mencari perhatian. Semuanya punya
problem sendiri-sendiri, kemurungan yang memanjang dan selalu berdebur seperti
ombak yang tak pernah berhenti.
Hubungan keempat tokoh ini dikemas dengan
gambar-gambar puitis dari sinematografer Conrad L. Hall. Juga dialog-dialog
mengesankan memenuhi film dengan kostum mengesankan ini. Tidak berlebihan
rasanya kalau menyebutkan film ini adalah salah satu yang terbaik untuk
peredaran tahun ini. Minimal bisa mengobati dari menumpuknya sederet film
kacangan yang bulan-bulan ini beredar. Saya rasa Road to Perdition adalah salah
satu unggulan penerima Oscar yang akan datang.
Barangkali juga saya terlalu berlebihan. Terlalu
diharubiru setting kemurungan. Mengingat situasi itu sekarang sedang terjadi di
sini, di negeri dimana pembunuh jadi selebritis dan pencuri dipertahankan di
lembaga tinggi negara seperti pahlawan. (Yus R. Ismail) ***
Pernah dimuat harian Pikiran Rakyat
0 Response to "Road to Perdition: Jalan Menuju Neraka"
Posting Komentar