KAMBING MANG OBING
Bobo, 3 Juli 2014
Mang Obing mempunyai empat ekor kambing. Entah mengapa si kambing hobinya berkeliling. Maksudnya berkeliling di seputar Sekolah Dasar Negeri Ciwening. Sekali waktu si kambing berkeliling di halaman belakang. Dedaunan pohon banyak yang rusak. Di waktu lain si kambing berkeliling di halaman depan. Tong-tong sampah dinaikinya. Bila sudah terguling, isi tong sampah itu dimakannya.
“Iya, saya lihat sendiri, kambing itu
makan kertas,” kata Hilyah suatu pagi. Teman-temannya yang tidak percaya segera
mencari si kambing. Kebetulan si kambing sedang mengais tong sampah dengan
mulutnya. Kertas bekas bungkus pisang goreng itu memang dimakannya. Tapi tidak
hanya itu, pelastik pun dimakan juga. Anak-anak melotot melihatnya. Baru kali
itu mereka melihat ada kambing makan kertas dan pelastik.
Kalau sudah begitu, yang paling repot
adalah Mang Obing. Begitu tahu kambing-kambingnya lepas, Mang Obing segera
menghalau kambing menuju ke kandangnya. Setelah itu dengan raut wajah takut dan
gelisah Mang Obing menunggu Pak Didi Wiriadi, kepala sekolah. Bila Pak Didi
datang, Mang Obing tergopoh-gopoh menghampirinya.
“Maaf Pak, maafkan saya. Saya yang
salah. Bukan kambing. Jangan hukum kambing lepas itu,” kata Mang Obing dengan
wajah menunduk.
Pak Didi awalnya heran. Dia tidak
mengerti arah pembicaraan Mang Obing.
“Maksud Mang Obing itu apa?” tanya Pak
Didi.
“Anu Pak, kambing saya lepas lagi. Ada
dedaunan taman yang dimakan. Tong-tong sampah juga dijatuhkan,” kata Mang
Obing.
Pak Didi tersenyum setelah mengerti
maksud Mang Obing. “Ya sudah, Mang Obing sekarang bersihkan lagi sampah yang
berserakan, tamannya juga. Ikat kambingnya yang kencang, jangan sampai lepas,”
kata Pak Didi.
“Itulah Pak, dilepaskan oleh anak saya
yang baru lima tahun,” kata Mang Obing. Lalu pamitan untuk membersihkan sampah
dan membetulkan taman.
Pak Didi sebenarnya tidak suka melihat
sampah bercecerah dan taman sekolah berantakan. Tapi dia juga tidak bisa
melarang Mang Obing memelihara kambing. Karena kambing bagi Mang Obing adalah
tabungan.
Mang Obing adalah penjaga sekolah SDN
Ciwening. Tinggalnya di rumah kecil di belakang sekolah. Pembangunan rumah
sederhana itu dibiayai sumbangan para guru dan siswa. Mang Obing sebenarnya
sudah belasan tahun menjadi penjaga sekolah. Tapi sampai sekarang masih belum
diangkat jadi pegawai negeri. Gajinya adalah honor yang disisihkan Pak Didi dan
para guru.
Sekali waktu kambing Mang Obing sakit.
Kambing itu tidak bisa berdiri. Kerjanya mengembik dan mengembik. Kata Dila,
itu artinya merintih kesakitan. Mang Obing mengusap-usap kambingnya, lalu
berdiri, berjalan ke suputar rumahnya, berjongkok lagi di samping kambingnya.
Bi Ratmi, istri Mang Obing, menangis.
Pak Didi merasa kasihan. Karena kejadian
kambing Mang Obing sakit bukan yang sekali ini saja. Sudah empat ekor kambing
Mang Obing sakit, lalu mati. Pak Didi menelepon Pak Wawan, seorang dokter
hewan. Ketika Pak Wawan datang, anak-anak kelas empat kebetulah sedang belajar
biologi. Pak Didi meminta anak-anak kelas empat ikut melihat kambing yang
sakit.
“Kambing Mang Obing ini sakit
pencernaan. Sepertinya banyak makanan yang sulit dicerna. Mang Obing biasanya
memberi makan apa?” kata Pak Wawan.
“Seperti biasa saja, Pak, saya kasih
rumput.”
“Mungkin karena kambing Mang Obing suka
juga makan kertas, bahkah pelastik. Saya pernah melihatnya, Pak,” kata Hilyah.
Teman-teman yang lainnya mengiyakan.
“Nah, mungkin karena itu. Anak-anak
tahu, kenapa kambing makan kertas?”
Anak-anak saling memandang. Mereka
menggeleng.
“Kambing itu makanannya tumbuh-tumbuhan.
Kertas juga berasal dari tumbuh-tumbuhan, dari bubur kayu. Ketika membaui
kertas, kambing mengira itu bisa dimakan. Padahal kertas berbahaya karena
mengandung zat kimia, apalagi kertas yang sudah dicetak mengandung tinta.
Karena kertas susah dicerna, lama-lama si kambing sakit.” Pak Wawan
menerangkan.
“Jadi kambing saya bagaimana, Pak?”
tanya Mang Obing dengan wajah memelas.
“Kambing Mang Obing dikasih obat saja,
mudah-mudahan ususnya segera sembuh, makanan yang sulit dicernanya segera
keluar. Tapi Mang Obing harus menjaga jangan sampai kambing-kambingnya makan
kertas dan plastik. Kalau rumput sedikit, limbah rumah juga boleh. Makanan sisa
boleh diberikan kepada kambing.”
“Itulah Pak, rumput di sini sedikit.
Makanan sisa kan tidak banyak.” Mang Obing mengeluh.
“Saya punya usul, Pak Dokter,” kata
Hilyah. “Kami kan punya tugas memilah sampah di rumah. Sampah kering seperti
kertas atau pelastik dipisah dengan sampah basah seperti sisa makanan. Nah,
bagaimana kalau sampah basah di rumah itu dibawa ke sekolah untuk makanan
tambahan kambing Mang Obing.”
“Ide yang sangat bagus,” kata Pak Wawan
sambil mengacungkan jempolnya. Pak Didi tersenyum bangga. Teman-teman Hilyah
bertepuk tangan.
Sejak itu anak-anak kelas empat setiap
pagi selalu membawa makanan sisa ke sekolah. Makanan sisa itu jadi rebutan
kambing-kambing Mang Obing. Masalahnya, ketika ada siswa yang di rumahnya
mengadakan pesta, makanan sisa itu jadi banyak. Mang Obing sekarang pusing
karena berpikir untuk menambah kambing peliharaannya. ***
0 Response to "KAMBING MANG OBING"
Posting Komentar