SI POHON RINDANG
Sahabatku
si pohon rindang
punya
anak sebuah sendang
Pagi-pagi
di rantingnya burung bernyanyi
menyambut
sahabatnya si matahari.
Seorang
penebang berdiri waswas
matanya
menyala melebihi binatang buas
“Jangan
tebang si pohon rindang,”
bisikku
ke dalam hatinya.
Penebang
itu matanya menyala
tangannya
bersiap juga.
Pak!
ditebangnya si pohon rindang
seperti
menebang dirinya sendiri.
TERSESAT
memasuki
hutan tanpa panduan dan peta
berkeliling
ke tempat itu-itu juga
beristirahat
di antara pepohonan basah
tersesat
memeras keringat menciptakan lelah
naik
ke atas bukit seorang teman berteriak:
“lihat,
bunga rumput dan buah arbai semarak!”
aku
tertegun di hadapan taman
masihkah
tersesat saat mendapatkan keindahan?
angin
semilir menggoyangkan dedaunan
LANSKAP
sebuah
rumah di balik bukit
berdinding
dingin beratap langit
ketika
rembulan mengetuk bertamu
bersama
sunyi kami menjamu
minum
teh siap di meja tamu
selepas
malam kami berpisah
memandang
langit dan mendengar suara gelisah
oh,
rupanya daun gugur di tanah subur
adakah
engkau mengerti
apa
yang di dalam hati?
* Tiga puisi ini terbit di Pikiran Rakyat 3 November 2019
0 Response to "SI POHON RINDANG"
Posting Komentar