KADO TERINDAH
Bu Dini adalah wali kelas kesayangan
kelas III SD Baik Hati. Semua siswa kelas III ingin diperhatikan oleh Bu Dini. Sebulan
sebelum Bu Dini ulang tahun, semua siswa ramai membicarakan kado yang akan
diberikan. Semua siswa kelas III seperti yang berlomba ingin memberikan kado
yang terindah.
Sabrina sudah bicara dengan mamanya mengenai
novel yang akan dibelinya. Sabrina tahu, Bu Dini sangat suka membaca novel.
Novel akan menjadi kado yang indah buat Bu Dini.
Besoknya ketika Sabrina mengucapkan
selamat ulang tahun dan memberikan kadonya, Bu Dini tersenyum gembira. Setelah
mengucapkan terima kasih Bu Dini memeluk dan mencium kening Sabrina. Tentu saja
Sabrina gembira. Dia merasa Bu Dini sangat menyukai kado ulang tahun darinya.
Tapi tidak lama kemudian datang
Echi mengucapkan selamat ulang tahun dan memberikan kadonya. Bu Dini tersenyum,
mengucapkan terima kasih, dan mencium kening Echi. Kemudian datang Dila, Davin,
Bening, Bu Dini menyambutnya dengan cara yang sama.
Raut wajah Bu Dini sangat berbeda
ketika Ninit datang membawa bunga anthurium kecil di dalam pot kecil. Bu Dini
memeluk Ninit lebih lama, mencium kening Ninit, matanya berkaca-kaca.
Sabrina memalingkan pandangannya. Apa
istimewanya kado bunga anthurium kecil? Di pinggir jalan juga banyak, harganya
tidak akan seberapa. Kekecewaan Sabrina ternyata dirasakan juga oleh teman yang
lainnya. Echi, Davin, Bening, Hilyah, semua membicarakannya. Tapi semuanya
tidak bisa menebak, kenapa kado anthurium kecil dari Ninit begitu berkenan di
hati Bu Dini?
Sabrina baru mengerti mengapa Bu
Dini begitu terkesan dengan kado anthurium dari Ninit ketika dua bulan kemudian
dia sendiri berulang tahun. Sabrina merayakannya di sekolah. Setelah bel
pulang, Bu Dini meminta semua siswa kelas III tidak pulang dulu. Ada acara
sederhana merayakan ulang tahun Sabrina. Lilin ditiup, kue dipotong, makanan
dibagikan, tidak lupa berdoa, dan teman-teman semua mengucapkan selamat ulang
tahun sambil memberikan kado. Sabrina gembira.
Di rumah ketika membuka kado satu
per satu, Sabrina tertegun ketika membuka kado dari Ninit. Sebuah buku komik.
Buku komik yang unik, lain dari yang lain. Sabrina belum pernah melihatnya di
toko buku manapun. Kertasnya adalah daur ulang. Tidak dilem seperti komik kebanyakan,
tapi kertasnya diikat oleh tali yang unik. Gambarnya meski tidak sebagus
kebanyakan buku komik, tapi lucu-lucu. Ceritanya, ini yang membuat komik ini
semakin istimewa, Sabrina mengenalnya. Cerita tentang Sabrina sendiri.
Sampulnya adalah kardus yang ditempeli kertas daur ulang. Dari mana Ninit
memperoleh buku komik seperti ini?
Ninit adalah anak dari seorang
pemulung barang-barang bekas. Setiap hari bapaknya keliling komplek-komplek
perumahan, mengais tempat-tempat sampah, memilih benda-benda yang sekiranya
bisa dimanfaatkan. Bila hari Minggu atau libur Ninit sering ikut keliling. Atau
Ninit ikut membantu ibunya memilah-milah barang rongsokan yang akan dijual.
Waktu kelas I dan kelas II banyak teman sekelas yang mencemooh Ninit. Sabrina
sering kasihan juga melihatnya. Tapi di kelas III Bu Dini selalu menegur siswa
yang mencemooh Ninit.
Sabrina sendiri termasuk akrab
dengan Ninit. Sabrina sering mengajak Ninit bermain dengannya bila istirahat
tiba. Awalnya Ninit tidak mau, apalagi kalau diajak ke kantin. Tapi lama-lama
dia mau. Kalau ke kantin Sabrina sering membagi uang bekalnya. Kalau ke taman
sekolah Sabrina juga membagi bekal rotinya.
Karena penasaran Sabrina datang ke
rumah Ninit sore harinya. Ninit sedang membantu ibunya memilah barang
rongsokan. Sabrina mengucapkan terima kasih, kado dari Ninit sangat berkesan di
hatinya. Ninit tersenyum senang.
“Kalau boleh tahu, dari mana Ninit
mendapatkan buku komik seperti itu?” tanya Sabrina akhirnya.
“Saya membuatnya sendiri. Hampir
setiap hari saya membantu Ibu memilah barang. Plastik dengan plastik, kaleng
dengan kaleng, kertas dengan kertas. Nah, setiap saya menemukan kertas sejenis
yang menurut saya bagus, saya teringat kamu. Saya mengumpulkannya buat kado
ulang tahunmu. Setelah banyak saya bikin kertas daur ulang, Ibu yang
mengajarinya. Lalu saya gambarin dan bikin ceritanya. Bagaimana, bagus cerita
dan gambarnya?”
Sabrina mengangguk senang. Cara
pengerjaan yang tidak gampang dan memakan waktu tentunya.
“Sejak enam bulan yang lalu saya
mengumpulkan kertas-kertasnya,” kata Ninit lagi.
“Enam bulan yang lalu? Kamu sudah
inget ulang tahun saya sejak enam bulan yang lalu?”
“Ya. Bunga anthurium buat Bu Dini
malah sudah saya pelihara delapan bulan. Saya menemukannya di sebuah tempat
sampah, kecil dan kering. Saya memindahkannya ke plastik, mengganti tanahnya,
belajar memelihara anthurium dari Mang Kardi pedagang bunga keliling itu,
sampai menemukan pot bekas, membersihkan dan menghias potnya.”
Sabrina memeluk Ninit. “Saya
mengerti mengapa Bu Dini begitu terharu mendapat kado anthurium darimu. Karena
saya pun merasakan hal yang sama,” kata Sabrina. “Kamu teman yang sangat
perhatian, Nit.”
Ninit tersenyum bahagia. ***
* Cerpen anak ini terbit di Solo Pos 29 April 2018
Izin save ya Pak. saya sedang mencari referensi untuk menulis cerita anak. terima kasih.
BalasHapusSilakan, Kak. Semoga bermanfaat. Terima kasih juga sudah berkunjung....
Hapus