AIR DAN BATU SAHABAT TUTU
Kompas Anak, 14 April 2013
Namanya Tutu. Dia seekor tupai. Tutu tidak bisa berlari di atas pohon. Tutu tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan. Tutu selalu merasa takut. Badannya gemetar setiap naik ke atas pohon. Tangannya kesemutan setiap melompat dari dahan ke dahan.
Tutu sering menangis. Dia sedih. Mengapa
dirinya tidak bisa seperti tupai lainnya?
“Kamu pasti bisa, Tu. Asal kamu rajin
berlatih. Makanya Ibu membawamu ke Sekolah Memanjat dan Meloncat,” kata Ibu
Tutu.
Sekolah Memanjat dan Meloncat sekolah
yang menyenangkan. Pak Monyet dan Bu Monyet yang mengajarnya. Mereka ramah dan
baik hati. Pak Monyet selalu punya cara agar muridnya giat berlatih. Bu Monyet
selalu punya cara agar muridnya tidak patah semangat.
“Semua kepintaran didapatkan sedikit
demi sedikit. Tidak ada yang lahir ke dunia langsung pintar. Meski sekarang
kita belum pintar memanjat dan meloncat, tapi setelah sekolah pasti semakin
pintar,” kata Pak Monyet.
“Ayo kita awali berlatih dengan
mengucapkan bismillahirrahmaanirraahiim…,”
Kata Bu Monyet.
Banyak teman sekolah Tutu. Ada Lulut
lutung. Ada Mamang siamang. Ada Lala gorilla. Ada Keke toke. Ada Lolon bunglon.
Mereka berlatih bersama setiap hari. Suka dan duka mereka alami. Lala pernah
jatuh dari dahan. Lolon pernah gagal meloncat. Lulut pernah berdarah di lutut.
Tapi yang paling sering cidera adalah
Tutu. Teman-temannya sudah pintar memanjat, Tutu masih sering jatuh. Teman-temannya
sudah pintar meloncat, Tutu masih sering gagal. Tutu pun putus asa.
“Aku ini tupai yang bodoh. Memanjat
dan meloncat saja tidak bisa-bisa. Barangkali takdirku jadi tupai yang bodoh,”
pikirnya. Tutu pun pamitan kepada Pa Monyet dan Bu Monyet.
“Kenapa pulang? Sebentar lagi kamu
akan pintar seperti teman-temanmu,” kata Bu Monyet.
“Aku ini tupai yang bodoh, Bu. Meski
sudah berlatih hasilnya tidak bisa-bisa. Percuma Bu Monyet dan Pak Monyet
melatih aku. Aku ini tupai bodoh.”
Tutu menangis. Pak Monyet dan Bu
Monyet pun bersedih. Mereka sedih karena Tutu putus asa. Tutu pulang pagi-pagi
sekali. Bu Monyet memberinya bekal untuk makan siang. Perjalanan dari sekolah
ke rumah Tutu sehari penuh. Kalau berangkat pagi-pagi sampainya malam.
Tutu berjalan seorang diri. Hatinya
sedih. Semangatnya hancur. Tutu yakin, dirinya bodoh. Siang hari Tutu beristirahat
di bawah pohon besar. Tutu membuka bekal pemberian Bu Monyet. Tutu makan lahap
sekali.
Selesai makan Tutu merebahkan
dirinya. Enak sekali beristirahat di sini. Pepohonan melindungi dari sengatan
matahari. Angin bertiup semilir. Sunyi sekali di sini. Tutu mendengar suara air
yang menetes satu-satu. Tesss… tesss… tesss… tesss… Begitu indah suara itu di
tempat sesunyi ini.
Tutu mencari asal suara air menetes
itu. Di belakang pohon besar ada air menetes dari tebing. Tesss… tesss… tesss…
tesss… Tutu terpana. Karena air itu menetes menimpa sebuah batu besar. Dan batu
itu… batu itu berlubang. Air yang hanya setetes saja… ternyata bisa membuat
batu berlubang. Batu yang besar… Batu yang keras… Bisa berlubang oleh air menetes…
Tutu mengusap-usap air dan batu. Mengapa
aku tidak seperti air. Tetap semangat. Tetap yakin pasti bisa. Asal terus giat
berlatih. Terus berdoa kepata Tuhan. Terus yakin pasti bisa.
Tutu pulang lagi ke Sekolah Memanjat
dan Meloncat. Pak Monyet dan Bu Monyet gembira. Teman-temannya gembira. Tutu
berlatih setiap hari. Tutu lebih bersemangat dari sebelumnya. Tutu lebih giat
dari sebelumnya. Setiap jatuh Tutu ingat air dan batu. Dua sahabatnya yang
memberi semangat. Setiap cidera Tutu ingat air dan batu. Dua sahabatnya yang
selalu ada di hatinya.
Akhirnya Tutu pandai memanjat. Meloncat
sambil merem pun selamat. Banyak temannya yang minta diajarkan. Tutu selalu memberikan ilmunya dengan senang
hati. Tutu adalah pemanjat yang hebat. Tutu adalah peloncat yang tangguh. Tutu
adalah pemanjat dan peloncat yang rendah hati. ***
Dongeng Ini Didukung Oleh:
Ingin tahu lebih banyak tentang Dongeng Mendidik Dari Dunia Binatang?
Klik saja DI SINI
Harga : Rp 40.000
Pemesanan: WA 085772751686
0 Response to "AIR DAN BATU SAHABAT TUTU"
Posting Komentar