TELINGA

Membaca cerpen Masuklah Ke Telingaku, Ayah (Triyanto Triwikromo), saya tersenyum. Dari judulnya saja saya tahu bahwa cerpen itu sangat berhubungan erat dengan puisi Telinga karangan Sapardi Djoko Damono. Nyatanya memang benar. Saya tersenyum karena suatu waktu saya pun pernah dihantui oleh puisi ini. Saya tidak bisa melupakan kalimat “Hanya agar bisa menafsirkan sebaik-baiknya apa pun yang dibisikkannya kepada diri sendiri”.  Saya berhasrat menulis cerpen dengan merespon puisi Telinga itu, tapi sampai bertahun-tahun saya tidak bisa menuliskannya. Mungkin karena masa itu (setelah 2003) termasuk masa saya “berhenti” menulis cerpen. Baru tahun 2007 saya menulis cerpen Legenda Penakluk Harimau (dimuat di Pikiran Rakyat). Sebuah cerpen yang saya akui di catatan kaki: tidak begitu menyentuh puisi Telinga.
Membaca cerpen Masuklah Ke Telingaku, Ayah; saya seperti diingatkan. “Mendengarkan diri sendiri” belum selesai untuk dituliskan....  

1 Agustus 2016

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TELINGA"

Posting Komentar