AYAM KESEPULUH


dongeng yus r. ismail

Emak dan Bapak Ayam gelisah. Mereka mempunyai tujuh ekor anak yang masih kecil. Mereka tinggal di peternakan yang ditinggalkan pemiliknya. Kandang yang mereka tempati hampir roboh. Sepertinya terkena angin kencang sedikit saja kandang itu akan hancur.
Terpikir untuk segera pindah ke gua kecil di tepi hutan. Sahabat mereka, keluarga ayam hutan, mencarikan gua yang nyaman buat mereka. Masalahnya, di jalan pasti dicegat oleh sepasang musang yang baru berkeluarga. Sudah sejak lama musang itu mengintip-intip anak mereka.
“Tapi kalau kita tidak segera pindah, kandang ini bisa roboh, dan anak-anak kita terlantar,” kata Bapak Ayam. “Tentu kita tidak bisa melindungi semua anak dari sergapan musang.”
Setelah berpikir dan berdoa kepada Tuhan, akhirnya mereka mempunyai ide. Ketika induk ayam hutan sahabat mereka datang, mereka menceritakan maksudnya. Saat Bapak dan Emak Ayam Hutan pulang, mereka berbicara keras.
“Besok keluarga ayam itu akan pindah ke tepi hutan. Kasihan kalau mereka tetap di peternakan terlantar. Kandang mereka bisa roboh!” kata Bapak Ayam Hutan.
“Padahal anak mereka delapan ekor. Si bungsu yang berbadan besar itu ingin segera pindah!” balas Emak Ayam Hutan.
Sepasang musang yang sedang beristirahat di semak-semak menguping. Mereka tersenyum.
“Akhirnya kita bisa makan besar. Siapkan bumbu-bumbu yang enak, kita tangkap anak ayam yang besar,” kata musang jantan.
“Boleh, asal bantu mencari bumbu umbi-umbian di tepi hutan,” balas musang betina.
Besoknya Bapak dan Emak Ayam berjalan terlebih dulu. Betul saja, di ujung peternakan mereka dicegat musang.
“Pak dan Bu Ayam, lagi pindahan ya? Mana anak kalian yang paling besar itu?” tanya musang jantan sambil tersenyum-senyum senang.
“Begini saja, Musang. Kami memang harus rela mengorbankan seekor dari kami,” kata Bapak Ayam. “Boleh kalian ambil anak kami yang paling besar. Anak kami kan ada delapan ekor, ditambah kami berdua jadi sepuluh ekor. Hitung saja, atau tanya anak-anak kami yang nanti lewat ke sini, ayam kesepuluh adalah anak kami yang paling besar.”
“Hehehe, Bapak Ayam bisa saja. Tahu keinginan kita,” kata musang betina sambil tersenyum kurang ajar.
Bapak dan Emak Ayam lalu pergi cepat-cepat. Sepuluh menit kemudian datang anak ayam yang pertama. Sepasang musang itu mencegat.
“Tuan Musang, saya ini anak ayam pertama, berarti ayam yang ketiga. Si bungsu yang berbadan besar masih jauh,” kata anak ayam itu.
“Kalau begitu, cepat kamu lewat,” kata musang jantan.
Anak ayam itu segera berlalu. Sepuluh menit kemudian anak ayam kedua datang. Dia dicegat oleh sepasang musang yang mulai kelaparan itu. Terjadi lagi pembicaraan seperti tadi. Anak ayam itu pun selamat.
Ketika menunggu anak ayam yang ketujuh lewat, sepasang musang itu sudah tidak kuat menahan laparnya.
“Kenapa tidak kita tangkap saja semua anak ayam itu,” kata musang jantan. “Meski badannya kecil-kecil, tapi kalau banyak kan bisa membuat kenyang juga.”
“Huss...! Jangan berkata begitu,” kata musang betina. “Sabar. Musang sabar itu akan dikasih makanan yang banyak.”
Anak ayam ketujuh pun lewat. Dia ketakutan ketika melihat musang jantan menelan ludah. Dia takut musang itu menerkamnya.
“Kamu ayam keberapa?” tanya musang jantan.
“Saya... ayam... kesembilan. Permisi..!” Anak ayam yang ketakutan itu berlari.
Musang jantan mau mengejarnya. Tapi ekornya ditarik oleh musang betina.
“Sabar...  tinggal ayam terakhir!” kata musang betina.
Sepuluh menit sudah berlalu, tapi anak ayam itu tidak ada lagi yang lewat.
“Kenapa anak ayam itu tidak juga keluar dari kandangnya?” tanya musang jantan. “Lihat, di dalam kandang itu masih ada seekor ayam besar.”
“Pasti anak ayam itu ketakutan. Kita sergap saja. Pintunya terbuka ini,” kata musang betina.
Sepasang musang itu mengendap mendekati kandang ayam. Pintu kandang itu terbuka. Seekor ayam besar ketakutan di dalam kandang.
“Hahaha... ayamnya besar sekali. Kita sergap saja,” kata musang jantan sambil masuk ke dalam kandang. Musang betina mengikutinya.
Sepasang musang itu saling memberi isyarat. Lalu menerkam bersamaan. Brraakk... kandang itu roboh. Kayu-kayu dan bambunya patah. Genting berjatuhan. Sepasang musang itu mengaduh tertimpa kayu, bambu dan genting.
Meski badan mereka terasa sakit, sepasang musang itu tidak melepaskan terkamannya. Mereka keluar dari reruntuhan, menggusur anak ayam besar. Betapa terkejutnya mereka saat tahu anak ayam besar itu adalah patung jerami yang ditempeli bulu ayam.
“Dasar ayam-ayam penipu!” kata musang betina.
“Kita juga yang bodoh. Kenapa percaya ada orang tua yang mau mengorbankan anaknya.”
Sepasang musang itu pulang dengan badan yang sakit dan perut yang lapar. @@@

Padang Ekspres, 17 November 2019

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "AYAM KESEPULUH"

Posting Komentar