PANEN UBI MADU
Majalah BOBO, 13 April 2017
Rakey suka makan ubi oven. Awalnya
ketika sakit. Tidak ada makanan yang bisa masuk ke dalam perutnya. Ketika Nenek
datang menengok, dia merasakan manis dan legitnya ubi oven.
“Ini ubi oven si madu,” kata Nenek.
Liburan semester ketika Ayah mengajaknya
ke rumah Nenek, karena Kakek akan panen ubi, Rakey langsung mengiyakan. Hari
sabtu pagi mereka berangkat ke kampung Cilembu. Cilembu merupakan kampung
pegunungan di kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Sekitar satu jam setelah keluar tol
Cileunyi, mobil sudah memasuki Cilembu. Udara segar berhembus melalui kaca
mobil yang dibuka. Pepohonan berjajar sepanjang jalan. Advokat, petai selong,
rumpun bambu, nangka, sirsak, sawo, meneduhi jalan aspal. Perkebunan sejauh mata
memandang, membuat pemandangan indah. Daun-daun jagung berkilat hijau disorot
matahari siang. Petakan-petakan kebun ubi berbunga ungu.
“Kebun ubi itu yang akan kita panen,
Pak?” tanya Rakey.
“Bukan. Kebun ubi Kakek di Pasir Hui,
harus berjalan kaki dulu dari rumah.”
**
Perjalanan ke kebun lumayan melelahkan.
Berjalan sekitar setengah jam membuat keringat membasahi baju Rakey. Di kebun
ternyata sudah banyak yang membantu. Mang Karim, Mang Asip, Mang Kardun, Pak
Ringko, Bik Uneh, Bik Uti, Ceu Nenah. Anak-anak juga ada Dindin dan Siti. Rakey
sudah kenal dengan mereka.
“Kita bagian mengumpulkan ubi,” kata
Dindin. “Peralatannya pakai rokrak
saja.”
Rokrak
itu potongan bambu kecil, panjangnya sekitar dua jengkal. Rakey awalnya tidak
mengerti. Mang Karim dan Mang Asip mencangkul tanah. Sekali cangkul saja
petakan tanah itu membalik. Ubi besar-besar terlihat. Rakey, Dindin dan Siti
membantu ibu-ibu mengumpulkan ubi. Tidak semua ubi tinggal diambil dan
dikumpulkan di pinggir. Karena banyak juga yang masih menancap di tanah.
Pantesan tadi Dindin menyarankan memakai rokrak
untuk mengorek ubi yang susah dicabut.
Baru sekitar satu jam saja gunungan ubi
sudah ada di mana-mana. Bik Uneh dan Bik Uti memisahkan ubi kecil dan besar.
Mang Kardun dan Pak Ringko mewadahi ubi besar dengan karung. Lalu dipikulnya
karung itu ke pinggir jalan. Kakek kadang membantu membalik tanah dengan
cangkulnya. Papa kadang ikut mengumpulkan ubi. Tapi seringnya memotret dengan
kamera.
“Yuk, kita membantu memilah ubi,” kata
Dindin.
Rakey dan Siti berlarian ke gunungan
ubi.
“Bukan hanya besar dan kecil yang
dipisah. Tapi ubi yang kena lanas
juga dipisah,” kata Dindin.
“Apaan lanas?” kata Rakey.
“Lanas
itu hama. Ubi yang kena lanas
bolong-bolong. Bila sudah kena lanas,
ubinya tidak enak, pahang, pahit dan
sengak rasanya.”
Untungnya tidak banyak ubi yang kena
lanas. Ubi yang kena lanas dibuang. Ubi yang kecil-kecil, seukuran ubi jari
kaki, dibagi-bagi kepada yang membantu. Meski yang membantu sudah membawa ubi
banyak, ubi kecil itu masih berkarung-karung. Kebun Kakek memang luas.
**
Rakey meraba kening dan lehernya.
Keringat membuat bajunya basah. Topi terasa panas. Matahari memang sudah
tinggi.
“Ayo, Key, kita bikin api unggun,” kata
Dindin.
Tidak susah membuat api unggun. Ranting
kecil dan daun bambu kering membuat api besar. Ubi-ubi itu dimasukkan ke dalam
api. Ranting dan daun bambu tidak lagi ditambah setelah Dindin bilang, “Sudah
cukup.”
Ubi bakarnya lumayan manis. Meski tidak
semanis yang Rakey bayangkan. Tapi Rakey tertawa-tawa melihat Dindin dan Siti
belepotan arang saat memakannya.
“Kamu juga belepotan arang, Key,” kata
Dindin. Rakey mengusap bibirnya, betul saja warna hitam menempel di tangannya.
“Kalau ingin ubinya manis dan legit
seperti yang dulu dibawa Nenek, ubi simadu ini harus diunun dulu, disimpan diangin-angin minimal dua minggu,” kata
Kakek. “Lebih lama diunun semakin
manis. Ubi Cilembu ini sangat terkenal lho. Coba aja lihat di internet, di
setiap kota besar ada kios ovennya. Dari Cilembunya sendiri, selain disebar ke
kota-kota di Indonesia, juga ada yang diekspor.”
Rakey mengangguk-angguk. Dia kira
setelah dipanen langsung dibakar atau dioven akan manis.
“Sekarang saatnya kita makan siang,”
kata Kakek. “Ayo Key, Din, Siti, cuci tangan di pancuran, air yang dialirkan dengan talang bambu.”
Di kejauhan terlihat Nenek, Mama, dan Bik Ikah nganteuran, membawa makanan untuk yang
bekerja di kebun. Tiba-tiba Rakey merasakan perutnya berbunyi. Lapar. ***
0 Response to "PANEN UBI MADU"
Posting Komentar