"MASALAH PENGARANG" dan "MASALAH CALON PENGARANG"
Seorang kenalan selalu bilang ingin belajar menulis
cerpen. Kadang dia berbicara cerpen-cerpen sastra. Dia menyebut Seno Gumira
Adjidarma, Agus Noor, Djenar Maesa Ayu, Eka Kurniawan, dan banyak lagi, lengkap
dengan cerpen-cerpen mereka. Kadang dia berbicara cerpen-cerpen remaja,
menyebut Asma Nadia dan banyak pengarang FLP (Forum Lingkar Pena) lengkap
dengan karya mereka. Kadang dia bercerita cerpen-cerpen anak yang banyak dimuat
majalan Bobo, Ummi, dan banyak lagi.
Saya seringkali hanya menjadi pendengar. Hanya sesekali
menanggapi bila dirasa sangat perlu. Ya, karena awalnya saya sangat antusias
menanggapi “keinginannya belajar menulis cerpen”. Tapi saya merasa bertepuk
sebelah tangan. Dia mungkin tidak mempercayai saya meski tahu cerpen saya
pernah dimuat banyak koran dan majalah. Jadi saya tidak berlanjut mengajaknya
“belajar bersama” dan menghadapi “permasalahan pengarang” bersama.
Dia pernah bilang seperti ini: “Saya ingin mengikuti
workshop profesional yang berbayar satu setengah juta rupiah,” katanya sambil
memperlihatkan brosur. Pembicaranya di brosur itu ada Asma Nadia, Habiburahman,
Tere Liye. “Ini profesional. Uang kan tidak akan membodohi,” katanya lagi.
Sebagai orang yang tidak pernah profesional seperti itu,
tentu saja saya hanya tersenyum. Ada beberapa orang yang pernah belajar kepada
saya. Bertemu secara tidak rutin, kadang kontak lewat medsos yang tidak
berjadwal (kadang terhambat karena saya lagi banyak kerjaan kadang karena dia
lagi males nulis). Beberapa kali karangannya dimuat majalah dan koran. Saya rasa
dia sudah bisa melanjutkan sendiri. Kalaupun masih kontak, ya membahas “masalah
pengarang” itu.
Kenalan saya yang ini, tidak seperti itu. Dia tidak ingin
belajar bersama saya karena tidak profesional, bicara menggebu tentang banyak
pengarang dan cerpennya, semangatnya begitu tinggi untuk menjadi pengarang. “Saya
juga pasti bisa menulis seperti mereka!” katanya.
Tentu saya juga hanya tersenyum menanggapinya. Ya, karena
aslinya dia sering menghindari “masalah pengarang”. Dia baru berkutat pada
semangat “calon pengarang”. Setiap ditanyakan hasil karyanya, dia akan bicara
panjang tentang banyak karya orang lain. Karyanya sendiri sepertinya memerlukan
waktu berbulan-bulan untuk dituliskan. Dipikirkan harus sangat matang,
dituliskan dengan direnungkan kalimat per kalimat. Jadi perlu waktu lama untuk
menyelesaikan sebuah cerpen.
Itulah yang menjadikan saya seringkali hanya menjadi
pendengar.
Sementara kenalan lain yang tertarik menulis cerpen, saya
kasih tips awal: jadilah pencuri yang baik. Dia menulis cerpen anak. Katanya
suka dengan sebuah cerpen tentang seorang anak yang menunggui padi yang mau
dipanen. Dia pun menulis tentang anak yang mengawali menjadi pemerah susu sapi.
Dengan proses “membaca”, lalu “menulis”, selalu ada cerpen untuk dibahas.
Begitulah, kadang banyak orang yang mengaku ingin belajar
menulis tapi hanya sampai pada “masalah calon penulis”. Biasanya belajar ke
sana ke situ ke sini, masuk perkumpulan ini-itu, ikut pelatihan ini-itu, tapi
menyelesaikan satu tulisan pun butuh waktu berbulan-bulan. Lalu berkilah,
“Produktif itu seperti pabrik, hanya menghasilkan karya yang kurang bermutu.”
Sementara “masalah penulis” itu ya bekerja keras membuat
tulisan. Ngotot mempelajari cerpen yang ditulis orang lain, menganalisanya, dan
menulis dengan caranya. Eksperimen dengan banyak hal juga kadang diperlukan.
Setiap pribadi juga mengalami proses masing-masing. Bila menulis hanya
satu-dua, bagaimana proses akan terjadi?
Apalagi bila mengingat bahwa menulis (terutama cerpen)
bukanlah profesi yang ramah finansial, untuk saat ini, di sini, negeri
Indonesia ini. Dari ribuan orang yang belajar menulis cerpen, mungkin hanya
satu dua yang bisa lolos untuk menikmati dimuat media besar yang honorariumnya
memuaskan (besar bayarannya, cepat dibayarkannya, dsb.) Karena sekarang ini
mulai ada media besar yang untuk tembusnya begitu perlu kesabaran dan kerja
keras, giliran dimuat honornya juga perlu diperjuangkan dengan menjadi
debt-colektor dan itu pun belum tentu dibayarkan.
Ok. Sudah terlalu menyimpang. Nanti dilanjutkan “masalah
pengarang” ini....
30-8-2017
0 Response to ""MASALAH PENGARANG" dan "MASALAH CALON PENGARANG""
Posting Komentar