5 HAL PENTING AGAR CERPEN DIMUAT KORAN/MAJALAH

tips mengirim karangn Yus R. Ismail

Semakin banyak orang yang belajar menulis cerpen. Tempat kursus berbayar, online, kelompok kepenulisan, tersebar sampai ke pelosok. Setelah belajar menulis cerpen, saat ingin dipublikasikan ke khalayak yang lebih luas, seringkali cerpenis pemula frustrasi karena cerpennya tidak kunjung dimuat koran/majalah.
Berikut adalah 5 hal penting yang harus diperhatikan agar cerpen kita sukses menembus media. Catatan ini saya dapatkan dari pengalaman.
1.      Cari tahu syarat khusus setiap media. Betul, setiap media itu mempunyai syarat khusus untuk memuat cerpennya. Misalnya panjang tulisan. Biasanya di bawah cerpen yang dimuat koran suka ada pemberitahuan dari redaksi. Misalnya: Redaksi menerima cerpen dengan panjang tulisan ... karakter. Kalau tidak ada pemberitahuan seperti itu, kita harus “pasang telinga pasang mata” agar tahu. Bisa bertanya ke redakturnya saat mengirimkan naskah, bertanya kepada penulis yang cerpennya sudah dimuat media itu, atau pantau kelompok-kelompok penulis di facebook atau lainnya.
Mengenai syarat khusu ini, bocoran dari saya misalnya: Kedaulatan Rakyat menerima cerpen dengan panjang maksimal 5.000 karakter, Tribun Jabar sekitar 7.500 karakter, Media Indonesia maksimal 9.000 karakter, Kompas maksimal 10.000 karakter, mengirim cerpen anak ke Kedaulatan Rakyat sebaiknya printoutnya via pos, dsb. Catat syarat-syarat khusus ini biar kita tidak lupa. Sebagus apapun cerpen kita, bila kepanjangan dari yang ditentukan media, rasanya sulit untuk dimuat, apalagi bagi penulis baru.

2.     

Pelajari cerpen-cerpen yang pernah dimuat di koran yang ingin kita kirimi naskah. Mungkin ada penulis yang mengirim langsung dimuat tanpa mempelajari cerpen-cerpen yang pernah dimuat di koran tertentu. Tapi sebaiknya kita mempelajari sejak awal. Misalnya, Nova itu tabloid wanita. Jangan kirim cerpen dengan tokoh lelaki dan membahas persoalan lelaki ke Nova. Kalaupun cerpen bertema wanita, cerpen seperti apa yang disukai Nova? Ini hanya bisa dijawab dengan kita mempelajarinya. Jangan pelit meluangkan waktu dan perhatian untuk mempelajarinya bila kita ingin menjadi penulis yang serius. Hal seperti ini berlaku untuk media lainnya. Kompas, Femina, Koran Tempo, Tribun Jabar, Lampung Pos; pasti punya ciri yang bisa terlihat setelah kita mempelajarinya.
3.      Belajar terus menulis. Punya jadwal menulis sendiri. Dan target sendiri. Misalnya sehari harus selesai satu cerpen, atau seminggu satu cerpen, asal jangan setahun satu cerpen. Ini akan memacu kita belajar lebih jauh. Menargetkan menulis setiap hari, akan memaksa kita membaca pun setiap hari. Kita melatih diri untuk menangkap ide. Apakah ide itu dari membaca cerpen lainnya, berita kota, atau masyarakat yang kita tahu. Belajar menulis juga, lambat laun melatih kita menundukkan bahasa.
4.      Mengirim yang konsisten ke suatu media. Misalnya kita ingin dimuat di koran Pikiran Rakyat, kirimkanlah cerpen kita minimal sebulah satu atau dua. Meski cerpen awal kita dianggap belum layak muat, redaktur akan melihat bahwa kita sebagai penulis cerpen serius mengerjakannya. Dan entah cerpen ke berapa, saya yakin sekali, cerpen kita akan dimuat di media itu.
5.              Berdoa. Bila belajar sudah, mengirim sesuai syarat khusus setiap media, kita mengirim juga sudah konsisten; tentu berdoa adalah sesuatu yang baik. Kita tahu di jaman digital menggampangkan orang mengirim tulisan, setiap media menerima kiriman cerpen pasti banyak. Kompas misalnya, katanya menerima sekitar 200 judul cerpen per  bulan, sementara yang dimuat hanya 4 judul.  
      Selamat mencoba. Bila kelima hal itu sudah dilakukan, saya yakin 100% cerpen kita pasti dimuat koran/majalah yang menjadi impian kita. **




Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "5 HAL PENTING AGAR CERPEN DIMUAT KORAN/MAJALAH"

  1. Ide itu akan selalu ada asal kita tetap "membaca". Misalnya pelajarilah cerpen orang lain, berhenti di cerpen yang kita suka. Ambil "sesuatunya" yang kita suka, rekayasa jadi cerpen kita. Jangan ambil dengan plot yang sama, apalagi ungkapan2nya, sepeti banyak kasus sekarang ini. Atau baca puisi, atau baca koran, dan lakukan hal yang sama. Setidaknya saya pernah melakukan seperti itu untuk terus berlatih menulis....
    Terima kasih sudah berkunjung....

    BalasHapus